Kuliah umum Jaksa Agung ST Burhanuddin (atas) pada acara Justice Road to Campus. (MOL/Ist)
MEDAN | Pemberantasan korupsi, tidak hanya melalui upaya represif semata dengan cara memasukkan para pelaku ke dalam penjara. Diperlukan upaya lain yakni bagaimana penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan mampu mengembalikan kerugian negara maupun perekonomian yang ditimbulkan.
Hal itu diungkapkan Jaksa Agung Prof Dr ST Burhanuddin secara virtual saat memberikan kuliah umum dalam acara Sound of Justice Road to Campus dengan tema 'Demi Indonesia Tanpa Korupsi' yang diselenggarakan oleh Jaksapedia di Universitas Airlangga, Surabaya, Minggu (27/8/2023).
“Yang perlu menjadi perhatian, paradigma penegakan hukum pemberantasan korupsi selama ini masih terjebak dengan bagaimana memasukan pelaku ke penjara, padahal dengan memasukan pelaku ke penjara saja belum cukup mengubah kondisi Indonesia agar bebas dari korupsi,” ujar Jaksa Agung.
Menurut, perkembangan modus operandi tindak pidana korupsi semakin berkembang dan memberikan dampak kerugian negara yang semakin besar terhadap keuangan negara, sehingga telah mengubah “mindset” Kejaksaan RI dalam penanganan dan pemberantasannya.
Bahkan, Kejaksaan saat ini sudah fokus pada aspek munculnya kerugian perekonomian negara yang memiliki dampak masif terhadap kerugian negara itu sendiri.
Tak hanya itu, penindakan yang dilakukan kejaksaan tidak hanya difokuskan pada follow the suspect dengan mengejar, mencari dan memenjarakan pelakunya saja.
"Melainkan dilakukan juga dengan menggunakan pendekatan follow the money dengan tujuan pengembalian kerugian keuangan negara dan pendekatan follow the asset untuk merampas asset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi itu sendiri," tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut Jaksa Agung memaparkan kinerja Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi hingga periode 2023, tercatat bahwa kejaksaan telah melakukan penyidikan sebanyak 2.117 perkara, penuntutan sebanyak 3.923 perkara dan eksekusi sebanyak 3.397 perkara dengan total kerugian negara senilai Rp152,2 Triliun dan USD 61,9 Juta.
Berdasarkan hasil survei nasional, Jaksa Agung mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan RI pada tahun 2019 sebesar 50,6%.
Akan tetapi, pada bulan Juni tahun 2023 telah mencapai 81,2%. Survei tersebut menempatkan Kejaksaan sebagai instansi Penegak Hukum terdepan di negeri ini.
Faktor tersebut salah satunya dampak dari penanganan perkara besar tindak pidana korupsi yang ditangani oleh kejaksaan.
Peranan Penting
Sebagaimana ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kejaksaan RI merupakan salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
Berdasarkan ketentuan Pasal 38 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Kejaksaan memiliki kewenangan menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan secara merdeka.
Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Kemudian dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, Jaksa Agung menyampaikan bahwa posisi Kejaksaan sangatlah sentral, di mana Jaksalah yang berwenang mengendalikan perkara pidana mulai dari tahap awal penyelidikan sampai dengan tahap akhir yaitu eksekusi.
“Sebagai satu kesatuan proses penuntutan, Pasal 139 KUHAPidana juga mengatur Jaksa memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan suatu perkara tersebut dapat dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan atau tidak.
Oleh karena itu, jaksa memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proses penegakan hukum itu sendiri,” ujar Jaksa Agung.
Kewenangan kejaksaan dimaksud berdasarkan pada asas single prosecution system, dominus litis, oportunitas, dan independensi penuntutan. Di samping itu. Kejaksaan merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar), yang dikenal dengan sebutan eksekutor.
Di bagian lain ST Burhanuddin menyampaikan apresiasi atas usaha dari semua pihak khususnya Jaksapedia, Kejaksaan dan juga rekan civitas akademika Universitas Airlangga yang semakin gencar memperkuat kerja sama dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Menutup kuliah umumnya, Jaksa Agung menekankan pentingnya sinergi, kerjasama dan kolaborasi antara lembaga penegak hukum dan perguruan tinggi, karena pendidikan turut berperan melahirkan pemikir besar dan mencetak generasi anti korupsi, serta menjadi langkah awal yang sangat penting dalam menumbuhkan kesadaran dan mengubah mindset bagi setiap individu untuk tidak melakukan korupsi.
“Saya berharap Jaksapedia dan keluarga besar Universitas Airlangga terus konsisten dalam menghadirkan ide-ide dan pemikiran khususnya perkembangan dunia hukum yang dapat mendukung kemajuan bangsa dan negara,” ujar Jaksa Agung.
Cegah Korupsi
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana dalam sambutannya menyampaikan bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya dilihat dari banyaknya penanganan perkara yang ditangani tetapi harus juga dilihat dari keberhasilan dalam mencegah terjadinya korupsi.
“Dalam rangka pencegahan korupsi, kejaksaan telah berhasil dalam melaksanakan banyak kegiatan antara lain Jaksa Masuk Sekolah, Jaksa Masuk Pesantren, Jaksa Masuk Kampus Dan Jaksa Menyapa,“ ujar JAM Pidum.
Acara ini turut dihadiri oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sebagai Narasumber Sound of Justice 2023, Rektor Universitas Airlangga Prof Mohammad Nasih, Bupati Sumenep Achmad Fauzi, pakar hukum Universitas Airlangga Prof M Hadi Subhan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr Ketut Sumedana dan jajaran di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, serta turut dimeriahkan oleh bintang tamu Stand Up Comedian Cak Lontong, Akbar, penyanyi Awdella. (ROBERTS)